Telah dapat kita saksikan banyaknya bantahan-bantahan dari para pembela kebid'ahan di dalam berupaya memasukkan syubhat-syubhat mereka ke dalam perkara agama ini. Sebagian besar yang mereka lakukan adalah mentakwil ayat-ayat Allah atau hadist-hadist nabi dengan pemahaman-pemahaman sendiri yang tidak ada asal usulnya dari salafus-shalih.
Menetapkan i'tiqod lalu mencari-cari dalil penguat setelahnya adalah sikap yang biasa ditemui dari mereka yang menyimpang. Mereka terlanjur menetapkan praktek-praktek ibadah barulah kemudian "mengait-ngaitkan" dalil dengan praktek-praktek tersebut. Ini sangat berbahaya, pelakunya bisa-bisa merubah syari'at dengan tanpa sengaja, mengatas-namakan Allah dan rasulNya.
Adapun orang-orang yang gemar mengatas-namakan Allah (dan rasulNya) dalam praktek-praktek penyimpangan mereka, maka hendaklah dia memperhatikan firman Allah berikut:
قل انما حرم ربي الفواحش ما ظهر منها وما بطن والاثم والبغي بغير الحق وان تشركوا بالله مالم ينزل به سلطانا وان تقولوا علي الله مالاتعلمون
Artinya: Katakanlah “Rabbku telah mengharamkan perbuatan yg keji, baik yg nampak maupun yg tersembunyi, dan perbuatan dosa, dan melanggar hak manusia tanpa alasan yg benar, dan (mengharamkan) mempersekutukan Allah dgn sesuatu yg Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) berbicara atas Allah terhadap apa-apa yang tidak ada ilmunya.” (QS. Al-A’raf: 33)
Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- menjelaskan tentang ayat di atas : “Allah mengurutkan perkara-perkara yg diharamkan menjadi empat tingkatan. “Dia memulai dari yg terendah yaitu perbuatan-perbuatan keji, kemudian Dia menyebutkan yg kedua, yg lebih besar keharamannya, yaitu dosa dan kezhaliman. Kemudian Dia menyebutkan yg ketiga, yg lebih besar keharamannya dari dua hal sebelumnya, yaitu menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala (dosa syirik), kemudian Dia menyebutkan yg keempat, yg paling besar keharamannya dari semua yg telah disebutkan, yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Hal itu meliputi berbicara tentang Allah tanpa ilmu di dalam nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatan Nya, dan di dalam agamaNya dan syari’atNya. ” (I’lamul Muwaqqi’in 1/38)
Perhatikan tingkat keharamannya. Berbicara atas Allah di dalam syari'atNya dengan tanpa ilmu adalah perbuatan yang keharamannya lebih besar dari semua keharaman-keharaman yang lain, bahkan Syirik.
Syaikh Utsaimin -rahimahullah- menyebut orang-orang yang berbicara dengan ketidak-tahuannya, sementara dia merasa tau, sebagai orang yang jahil murokkab alias bodoh kuadrat:
الجهل المركب وهو ادراك الشيء علي وجه يخالف ماهو عليه. وسمي وركبا لانه جهلان: جهل الانسان بالواقع, وجهله بحاله حيث ظن انه عالم وليس بعالم
Jahil Murokkab adalah menyangka sesuatu yang maknanya berlawanan dengan makna yang sesungguhnya, disebutnya Jahil Murokkab (bodoh kuadrat) karena terdapat dua kebodohan atasnya:
Yang pertama; ketidak-tahuan pada keadaan yang sesungguhnya, dan yang kedua; ketidak-tahuannya terhadap keadaan dirinya, dimana dia menyangka mengetahui padahal sesungguhnya dia tidaklah mengetahuinya.
Orang-orang yang menyebut dirinya "Guru Sejagat", seringkali ditemui menempatkan diri mereka pada posisi pemberi hukum, seakan-akan mereka mengerti hukum, dan mengabaikan kesimpulan-kesimpulan hukum yang telah ada dari para imam, mufassirin, ulama ahlussunnah wal jama'ah, dll. Mereka membaca ayat-ayat Allah untuk membenarkan bentuk-bentuk ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh nabi shallallahu alaihi wasallam dan generasi terbaik ummat ini, dan telah banyak contoh-contoh lain yang telah dibahas dalam berbagai diskusi-diskusi yang ada, baik di dunia nyata maupun maya.
Kesimpulannya, orang yang berbicara dengan ayat-ayat Allah yang tidak sesuai dengan makna dan maksud seharusnya yang diinginkan dari ayat-ayat tersebut sebagaimana dapat dipahami dari sikap para shahabat, tabi'in, tabi'unat taabi'iin, dan murid-murid mereka seterusnya, meskipun dia yakin bahwa pendalilannya benar, maka orang tersebut adalah orang yang berbicara atas Allah dengan tanpa ilmu. Dan orang yang berbicara atas Allah dengan tanpa ilmu, sekali lagi kami tegaskan, adalah orang yang melakukan keharaman terbesar di atas semua keharaman-keharaman lain, meskipun dia meyakini bahwa pendalilannya benar.
Adapun keyakinannya akan kebenaran pendalilannya, maka ini adalah bentuk kejahilan yang Murokkab, yaitu dengan kesalahannya, dengan ketidak-tahuannya, dia merasa telah tau dan benar.
Allahulmusta'aan...
No comments:
New comments are not allowed.