Kesalahan Orang Yang Mendudukkan Dirinya Seperti Penguasa
___________________________________
___________________________________________
___________________________________
خطأ من نزل نفسه منزلة ولي الأمر :
من الناس من نزل نفسه منزلة ولي الأمر الذي له القدرة و السلطان على سياسة الناس فدعا جماعة للسمع و الطاعة له أو أعطته تلك الجماعة بيعة تسمع و تطيع له بموجبها و ولي الأمر قائم ظاهر !
و هذا لا شك أنه خطأ عظيم و ذنب جسيم و من فعل هذا فقد حاد الله و رسوله و خالف نصوص الشريعة فلا تجب طاعته بل تحرم إذ لا سلطان له و لا قدرة على شيء أصلاً فعلام يسمع له و يطاع كما يطاع و يسمع لولي الأمر القائم الظاهر .
قال شيخ الإسلام ابن تيمية :" النبي أمر بطاعة الأئمة الموجودين المعلومين الذين لهم سلطان يقدرون به على سياسة الناس لا بطاعة معدوم و لا مجهول و لا من ليس له سلطان و لا قدرة على شيء أصلاً -- المنهاج 1/115
السنة في ما يتعلق بولي الأمـة , بقلم أحمد عمر بازمول , المدرس بمعهد الحرم المكي الشريف
Di antara manusia ada yang mendudukkan dirinya seperti kedudukan penguasa yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan dalam mengatur manusia, maka diapun mengajak sekelompok manusia untuk mendengar dan taat kepadanya, ataukah sekelompok manusia itu membaiatnya untuk mereka dengar dan taati aturannya, padahal di negeri tersebut ada penguasa yang nampak ditengah mereka!
Tidaklah diragukan lagi bahwa ini merupakan kesalahan besar dan dosa yang berat, barangsiapa yang melakukan ini maka sungguh dia telah menentang Allah dan Rasul- Nya shallallahu alaihi wasallam, dan menyelisihi nash-nash syari’at, maka tidak wajib mentaatinya bahkan DIHARAMKAN, sebab dia tidak punya kekuasaan dan tidak punya kemampuan sama sekali, maka atas dasar apa ucapannya didengar dan ditaati sebagaimana didengar dan ditaatinya penguasa yang tegak dan nampak.
Berkata syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah-: “Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk mentaati para pemimpin yang ada wujudnya dan diketahui memiliki kekuasaan yang dengannya mereka mampu untuk mengatur manusia, bukan mentaati yang tidak ada wujudnya dan yang majhul (bitonah dan rahasia), dan juga tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan sama sekali.” (Al-minhaj: 1/115)
Maka bagaimana pemahaman sebagian orang yang beranggapan bahwa persoalan agama adalah persoalan yang terpisah dengan urusan duniawi sehingga menentukan satu pemimpin agama yang dibai'at untuk didengar dan ditaati meski dalam keadaan rahasia / bithonah?
Ketahuilah, jika persoalan duniawi memang terpisah dari persoalan agama, dalam konteks ini, maka tentulah rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menunjuk satu pemimpin dalam urusan duniawi untuk di taati semasa beliau di Madinah
Tetapi apa yang telah menjadi kenyataan adalah rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menjadi pemimpin dalam semua urusan ummat pada saat itu, yakni urusan manusia seluruhnya, baik dia muslim maupun kafir dzimmi. Dan demikian itulah seharusnya kita memahami persoalan ini, sebagaimana apa yang telah tergambar dari para khulafaur rasyidin dan penerus-penerus mereka dalam memahami perkara ini
Dan apapun yang tidak menjadi agama di hari itu, maka bukanlah agama di hari ini
قال ابن الماجشون : سمعت مالكا يقول من ابتدع في الاسلام بدعة يراها حسنة , فقد زعم ان محمدا صلي الله عليه وسلم خان الرسالة , لان الله يقول : اليوم اكملت لكم دينكم , فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا - في الاعتصام 1\ 49
Ibnul Majisyun berkata "Aku mendengar Malik (bin Anas) berkata: "Barang siapa yang membuat pembaharuan di dalam islam dengan sebuah pembaharuan yang dianggapnya baik, maka sungguh-sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, oleh karena Allah telah berfirman: [Pada hari ini telah kusempurnakan agama bagi kalian]. Maka apapun yang tidak menjadi agama pada hari itu maka bukanlah (pula) agama pada hari ini (al I'tisham 1/49)
Allahulmusta'aan..
No comments:
New comments are not allowed.