Friday, July 29, 2011

MENAMBAH PERKARA AGAMA = MERAGUKAN AL QUR'AN.


Menarik menyimak diskusi yang berkembang seputar pembelaan dan bantahan terhadap persoalan "perkara baru" dalam agama ini oleh sebagian orang yang merasa lebih mampu dalam memahami Maqoshid asy-Syari'ah (maksud-maksud pensyariatan) dibandingkan dengan orang-orang yang umurnya dihabiskan hanya untuk menekuni ilmu syari'at ini.

Kami tertarik untuk memulainya dengan ini:

قال ابن الماجشون : سمعت مالكا يقول من ابتدع في الاسلام بدعة يراها حسنة , فقد زعم ان محمدا صلي الله عليه وسلم خان الرسالة , لان الله يقول : اليوم اكملت لكم دينكم , فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا - في الاعتصام 1\ 49

Ibnul Majisyun berkata "Aku mendengar Malik (bin Anas) berkata: "Barang siapa yang membuat pembaharuan di dalam islam dengan sebuah pembaharuan yang dianggapnya baik, maka sungguh-sungguh dia telah menyangka bahwa Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, oleh karena Allah telah berfirman: [Pada hari ini telah kusempurnakan agama bagi kalian]. Maka apapun yang tidak menjadi agama pada hari itu maka bukanlah (pula) agama pada hari ini. (al I'tisham 1/49)

Barang siapa yang masih membuat-buat bentuk atau model baru dalam peribadatan, apalagi keterkaitannya dengan perkara surga dan neraka, maka sungguh orang tersebut telah mengingkari firman Allah berikut ini:

اليوم اكملت لكم دينكم

"...Pada hari ini telah kusempurnakan bagi kalian agama kalian..." (Al Maidah : 3)

وتمت كلمة ربك صدقا وعدلا

"...Dan telah sempurna kalimat Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil..." (Al An'aam : 115)

Imam asy-Syaukani menyebutkan di dalam Al Qoulul Mufiid halaman 38, bahwa:

فاذ كان الله قد اكمل دينه قبل انيقبض نبيه فما هذالراي الذي احدثه اهله بعد ان اكمل الله دينه ؟؟ ان كام من الدين في اعتقادهم فهو لم يكمل عندهم الا برايهم وهذ فيه رد للقران. وان لم يكن من الدين فاي فائدة في الاشتغال بما ليس من الدين ؟؟

"Jikalau Allah telah menyempurnakan agamaNya sebelum mewafatkan nabiNya, lalu buat apa pendapat-pendapat yang dibuat-buat oleh pelakunya?? Jika pendapat mereka (dalam pembaharuan itu) diyakini sebagai bagian dari agama maka itu berarti bahwa agama ini belum sempurna kecuali dengan (tambahan) pendapat mereka, dan ini adalah penolakan terhadap al quran. Dan jika mereka tidak menganggapnya sebagai bagian dari (penyempurna) agama maka buat apa menyibukkan sesuatu yang bukan dari agama?"

Belakangan ini kami lagi-lagi melihat beberapa ahlur ro'yi merasa bahwa mereka telah lebih baik karena langsung mengambil kesimpulan-kesimpulan hukum dari al Qur'an dan Hadist. Padahal setiap kelompok yang menyimpang pun - bahkan pendeta sekalipun (ketika ingin menghancurkan islam) - menggunakan al Qur'an dan Hadist sebagai hujjah. Namun, sayang sekali pemahaman yang disadur dari al Qur'an dan Hadist tidak sebagaimana pemahaman generasi terbaik ummat ini. Jika maksud-maksud agama ini diperbolehkan untuk dipahami sesuai dengan kehendak setiap manusia, maka rusaklah agama ini, karena setiap orang pada setiap masa yang memiliki pandangan yang berbeda pada setiap pembahasannya. Maka mengikuti pemahaman generasi terbaik yang dimasa mereka al Qur'an dan penjelas-penjelasnya diturunkan adalah jalan yang selamat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

خير الناس قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم

"Sebaik-baiknya manusia adalah shahabatku, kemudian yang mendekati mereka (tabi'iin), dan kemudian yang mendekati mereka (tabi'unat tabi'iin)"

Jika praktek-praktek penambahan bentuk ibadah di masa ini tidak pernah dicontohkan di masa rasulullah, shahabat, tabi'in, tabi'inat taabi'iin, imam 4, dan murid-murid mereka seterusnya, meskipun klaim dari pembuat perkara baru tersebut bahwa tambahan itu didasarkan pada al Quran dan al Hadist, maka perkara yang mereka buat-buat itu adalah perkara yang tertolak.

Karena, segala perbuatan yang sebabnya telah ada di masa nabi, namun nabi tidak melakukannya, maka melakukannya di hari ini adalah merupakan kebid'ahan. Dan jika suatu perbuatan terkait peribadatan itu betul-betul baik sebagaimana yang disangkakan oleh para "pembaharu agama" di masa ini, maka pastilah para shahabat radhiallahu anhum telah lebih dahulu melakukannya.

Maka, masing-masing dari kita hendaknya takut kepada Allah, bisa jadi apa yang kita anggap baik seputar penambahan bentuk ibadah adalah hal yang buruk menurut Allah, dan sebaliknya sesuatu yang kita anggap sebagai bentuk yang kurang - namun demikianlah adanya contoh dari penyampai syari'at ini - maka itulah yang baik.

فان امنوا بمثل امنتم به فقد اهتدوا

"..Maka jika mereka beriman seperti kalian beriman, maka sungguh mereka telah mendapatkan petunjuk..." (Al Baqarah : 137)

"Mereka" dalam konteks ayat di atas adalah orang-orang kafir quraisy, sementara "kalian" yang dimaksudkan di dalam ayat tersebut adalah nabi dan para shahabatnya.

Meskipun ayat ini turun mengenai para kafir kuraisy di masa itu sebagaimana yang tampak secara dzohir pada ayat tersebut, akan tetapi pelajaran yang diperoleh dari ayat itu berlaku umum sepanjang masa, berdasarkan kaidah:

العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب


"Ibroh atau pelajaran itu berdasarkan keumuman lafadz, dan bukan berdasarkan kekhususan sebab"

Maka siapapun yang ingin mendapatkan petunjuk seperti yang dikehendaki oleh Allah maka dia harus beriman dengan cara beriman yang telah dicontohkan oleh nabi shallalahu alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiallahu 'anhum.

La hawla wa laa quwwata illaa billah. Yang kami kehendaki dari tulisan ini adalah agar masing-masing dari kita mengoreksi diri, apakah praktek-praktek seperti: Persenan, surat tobat, bai'at sembunyi-sembunyi, taqiyyah terhadap kaum muslimin, dll, adalah hal-hal yang telah kita temukan contohnya dari generasi terbaik ummat ini?? ataukah kita masih juga merasa lebih baik dari mereka??


Allahulmusta'aan...

No comments: